Minggu, 21 Juni 2015

Everyday is Holiday 2 Hari, 12 Pura, 9 Kabupaten

siang itu begitu panas menyambut kedatangan saya di bandara internasional ngurah rai bali. Ya, ini  kali kedua saya menginjakkan kaki di pulau dewata,  bedanya dulu saya harus menjadi tour  guide sebuah jasa pariwisata, Tapi kali ini saya harus menjalankan misi peliputan alias BKO di tanah Bali.

kali pertama menginjakkan kaki di pulau ini saat menjadi tourguide, tapi itu cuma sebentar, dan saat BKO inilah saya bisa menikmati Bali dengan segala keindahan, keunikannya dll. mumpung dapat penugasan gratis serta bisa jalan-jalan pula. jadi kapan lagi.

Bali memang terkenal dengan kota pariwisa apalagi pantai-nya, budayanya yang religius.

everyday is holiday, ituloah motto yang saya pgang ketika meggeluti profesi jurnalistik. yap kerna kalau tidak mencintai sebuah kerjaan sama saja tidak ikhlas dan akan selalu cemberut menjalaninya.

sebulan lebih 3 hari, senang sekali rasanya bisa berada disana, sebagai pendatang baru, ya pasti tujuan utama adalah pantai kuta dengan segala cerita tentang lokasi disekitar pantai kuta.

lokasi kedua saya lupa, dan seterusnya...untungnya sempat ke ubud, gianyar, sanur, dsb hingga tanah lot,

satu hal yang tidak bisa saya lupakan adalah ketika harus mengikuti kirab obor kampanye salah satu partai, oh iya pada saat itu moment pilpres 2014. mengunjungi 12 pura yang terletak di berbagai daerah di pulau dewata dalam waktu 2 hari 1 malam secara estafet. capek sih ia tapi selalu ada rasa yang terbayar saat mengunjungi tempat ibadah yang terletak di sekitar pantai, dan lokasi yang tenang lainnya.

sebenarnya sudah banyak detail cerita pariwisata tentang bali ini jadi tidak usah la yah saya detailkan ceritanya disini, biarkan gambarnya saya yang bercerita.


 



   



 

sebagian besar pura yang saya kunjung berada di tepi pantai.wonderful indonesia.
tapi kalau dibanding keadaan pantainya. jujur pantai di bali sedikit kalah sama pantai yang ada dikendari, bira bulukumba dan pantai di aceh. itu sih meurutku (maaf ini subjektif)

Minggu, 07 Juni 2015

Kisahku di propinsi paling ujung barat indonesia

setela hampir satu tahun dari bumi serambi mekkah baru bisa menuangkan dalam bentuk tulisan.
ngomong2 kenapa yah disebut serambi mekkah, jadi begini ceritanya...dahulu kala ketika jemaah haji asal indonesia ketika hendak melaksanakan ibadah haji menggunakan kapal, dulu belum ada pesawat yah, semua harus singgah terlebih dahulu di pelabuhan aceh, jadilah aceh disebut sebagai serambi atau teras nya mekkah. logis nda sih...selain memang aturan yg diterapkan di tanah aceh menerapkan aturan islam selayaknya aturan yg ada dimekkah. kalau da alasan lain bisalah berbagi informas.

bisa mampir di bumi serambi mekkah ini adalah hal baru bagi sy. Terlebih isu kekerasan masa lalu seakan menjadi momok yg menakutkan, tetapi itu ternyata jauh berbeda, isu yg di ciptakan oleh orang2 yg ingin kita trus berkonflik. aceh itu tanah yg damai kawan dan kaya.

Aceh memang kaya.
Bagi sebagian besar orang kalau berkunjung ke tanah rencong ini pasti soal  museum tsunami dan jejak2 peninggalanya dan pulau sabangnya atau saya salah ? Anggap saja saya salah dan terlalu dini menilai aceh dan pelancong yg mampir ke aceh.

Yang saya tahu sebelum ke sini tanpa googling, yg paling terkenal di aceh kota adalah museum Tsunami aceh dan lapangan sekaligus ruang terbuka hijau (RTH) blan padang yg banyak dimanfaatkan warga serta pulau sabang atau pulau weh.

Lapangan Blang padang dengan background replika pesawat pertama milik indonesia

Tapi tidak hanya itu, kita bisa kearah tengah aceh, yg juga memiliki banyak pesona khususnya soal budaya asal muasal tari saman itu sendiri ataupun pariwasata dan kulinernya.

Ibukota aceh tengah.
Pagi itu cuaca cerah menyapa, ketika saya menginjakkan kaki pertama kali di propinsi paling ujung barat  indonesia, aceh.
Dan hari ini setelah sebulan lamanya hanya berputar-putar di ibukota aceh, sy dan tim mempunyai project liputan feature (anggap ini sebagai liputan jalan-jalan) ke aceh tengah, tepatnya di kota yg menurut sy penyebutannya sedikit unik, yap namanya adalah takengon.
Secara geografis daerah ini terletak di aceh tengah, tepatnya di dataran tinggi gayo, tempat yg konon asal muasal tari saman. Kalau ini sih hasil ngobrol langsung dari mahasiswa aceh saat di semarang. Dan benar saja, anak2 yang masih berumuran (sekolah dasar) disini sudah mahir tari saman, apalagi tuk bagian yg kecepatannya spektakuler nyaris tanpa kesalahan saat teriakan serrr ha', Semua berhenti dengan tepat, lugas dan bersamaan. Gemuruh tepuk tangan pun terdengar. Plok plok plok...

Banyak hal yg bisa dikunjung di takengon ini seperti danau lot tawarnya hingga ikan endemik yg ada didalamnya. Hamparan kebun kopi dan apalagi yah...dari banyak artikel masih ada banyak lagi lainya. tapi saat itu hanya 3 lokasi wisata dan 1 kuliner khas yang bisa saya manfaatkan. Danau lot, tawar, kebun kopi, pantan terong dan kuliner pengat depik

Meluruskan penyebutan.
Jangan sekali-kali salah penyebut saat mampir ke suatu daerah kerna itu menurutku fatal apalagi sekelas media nasional.
Media seharusnya menjadi pembelajaran yg positif bagi yg menontonya, terus bagaimana jika terjadi kesalahan apalagi itu kesalahan penyebutan nama, sampe2 warga asli sini memberikan penjelasan panjang lebar dan saya peringkas disini. Tentang penyebutan danau lot tawar. Sebelumnya, ada banyak kasalahaan artikel dan pemberitahuan penyebutan nama bagi danau ini, khusunya media. nah, biar orang baru kayak saya ketika berkunjung ke aceh tengah tidak mendapatkan informasi yg salah itulah kenapa saya menuliskan di artikel ini.
kerna penyebutan namanya mirip dengan kata laut, jadinya Danau "laut" tawar, harusnya bukan danau "laut" tetapi "lot" tawar. Dalam bahasa takengon lot itu ya danau. Ketika kita menyebut danau lot tawar jadi ada pengulangan kata danau-danau, tapi tidak apa apa ini bisa di maklumi kerna satu menggunakan bahasa Indonesia dan satunya lagi bahasa daerah.

kita tinggalkan kesalahan penyebutan nama danau lot tawar inilah cerita perjalanan ku di takengon. Jadi, dari tadi itu apa...itu mukaddimah atau dalam artikel ilmiah latar belakang. Hehehehehe


Udara sejuk mulai terasa saat memasuki kawasan kab. Bener meriah, kab sebelum takengon. Di kabupaten bener meriah sentra kebun tebu alias penghasil gula, kopi juga ada sih. maklum saja kawasan aceh tengah berada di daerah dataran tinggi.
Berkunjung ke takengon jangan lupa membawa pakaian yg agak tebal ya, kecuali pembaca memiliki ketahanan fisik yg mumpuni, kerna seperti yg sdh saya sebutkan sebelumnya keadaan geografis takengon merupakan dataran tinggi. suhunya pun bisa sampai 13 derajat celcius saat malam hari, itu suhu yg saya liat di pengaturan suhu di hp kala itu. Kalau siang hari bisa sampai 19 derajat. Kata andika bakti anak asli takengon aslinya kusuma sih (keturunan sumatera-jawa, maaf kalau salah), beberapa waktu belakangan ini sekarang takengon sdh agak panas kerna perubahan iklim. Walaupun sudah perubahan iklim tetap saja siang hari di kota ini masih dingin, yah tidak jau bedalah sama daerah kopeng di salatiga atau daerah batu di malang.

Kaya kopi
Kalau di tanah jawa, daerah yg berhawa sejuk, dingin seperti ini sudah pasti dipenuhi hamparan perkebunan teh dan juga perkebunan sayur mayur.
Di sini hamparan tanaman kopi begitu membentang luas dan tumbuh subur. Kalau dari nilai ekonomi lebih menggiurkan teh atau kopi ? Atau memang kerna kontur tanah yg berbeda kalik yah.
Memang kaya lah tanah kita ini, sampai sedari sejak dulu pantas ada lagu "orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat kayu dan batu tanaman..lanjutkan" kalau kalian membaca sambil menyanyi berarti anda sering dengar lagu tersebut,hehehehe.

Kerna disini adanya kebun kopi.Tak heran aceh disebut surganya pencinta kopi, selain banyaknya kedai kopi. Tidak tanggung2, disini, kopi yg dihasilkan jenis robusta dan untuk menikmatinya warga lokal menyediakannya secara mandiri. Mulai dari biji hingga siap minum, disela-selanya ada proses penjemuran, penggilingan dan sangrai. Entah ini benar atau tidak prosesnya, maafkan kalau salah yak.
Tanaman kopinya juga tidak terlalu tinggi, tujuanya biar mudah saat memanen, dan biar tidak tumbuh keatas dan melebar warga memotong bagian atasanya, ini teori biologi yg menjawabnya.
mampir ke salah satu kepun kopi

Tapi, tuk biji kopi dengan kualitas terbaik siap untuk ekspor. Bukan berarti yg diolah sendiri tidak terbaik lho yah.
Kalau pembaca phinemoo ke aceh tapi tidak biasa minum kopi, saya menyarankan cobalah minuman yg bernama "sanger", ini sejenis kopi susu tapi rasa kopinya tetap ada. Jangan hanya mencicipi mie aceh dengan aneka rasa.

(Doc pribadi) take by zenfone 5 DoF

Pertama kali menikmati kopi olahan langsung, pahitnya minta ampun, sebagai penawar, gula merah pun masih terasa pahit. Maklum, selama ini minumnya kopi hasil olahan pabrik, siap seduh.


Destinasi lain
Selain tari saman, danau lot tawar. Saat ke takengon jangan lupa mampir ke pantan terong, namanya lagi2 agak aneh kan yah, keanehan inilah yg bikin indonesia kaya.

Dari pantan terong inilah kita bisa melihat ibukota aceh tengah itu dari ketinggian tanpa terhalangi satupun objek yg merusak pemandangan, pokoknya sangat cocok buat hunting foto apalagi selfie.

Pantan terong, kawasan tertinngi untuk melihat aceh tengah, takengon
Sejauh mata memandang hanya ketakjuban yg terlontar dengan karunia Allah, yg sudah di sajikan.
Ternyata pembaca phinemo. Takengon seperti district kecil yg kaya, yg makmur dan tenang. Jauh dari nuansa keramaian yg sangat cocok tuk menentramkan hati atau mencari kedamaian setelah penat dengan rutinitas yg menyibukkan. Dari sini pula kita bisa melihat sun set dengan background danu lot tawar dan pegunungan
Doc pribadi Mode panorama zenfone 5
Di takengon, saya hanya menghabiskan waktu dua hari tetapi tidak semua destinasi pariwisata tidak sempat saya kunjungi.

2 bulan di tanah yg menerapkan hukum (qanun) syariat islam berlaku sebenarnya cukup untuk mengelilingi aceh dengan segala kekayaannya, tapi apa yg bisa saya kunjung hanya sebagian kecil saja yaitu museum tsunami, masjid raya, masjid baiturrahman, masjid baiturrahim, pantai lampuuk, tebing gurute dan kolam permandian alam yg saya lupa namanya apa. Tidak lupa ke pulau sabang ke titik 0km indonesia bagian barat.

Saya yang baju hitam sebalah kiri frame. Yg baju putih kawan saya reza novayansyah.

Masjid Raya aceh, lupa namanya


Masjid Baiturrahim, ini salah satu masjid yg tetap kokoh berdiri dari terjangan tsunami, bahkan ada cerita kalau tsunami melewati masjid ini.

Jadi kalau ada yg bilang 100 hari keliling indonesia tuk menikmati alam indonesia sepenuhnya tidak salah walaupun tidak semuanya tempat di kunjungi.

Atau memang saya nya yg tidak aktif jalan.

Kerna tuk aceh sendiri destinasi wisanya mencar-mencar dan jaraknya agak jauhan.
Aceh, aceh tengah, meulaboh, pulau sabang dan sebagainya.

Biar ada alasan tuk kembali.
Tidak ada penyesalan kerna tidak bisa mengunjungi semuanya dalam waktu selama itu saat di aceh. Kerna biar saya ada alasan tuk kembali ke aceh dan menikmati liburan ke tempat2 yg belum saya kunjungi.
Coba tanya ke diri masing. Apakah saya bagian orang yg ketika berkunjung ke suatu kota ingin liburan ke semua destinasi wisata nya atau atau memetakan beberapa destinasi dulu ? Atau tanpa perencanaan ?

Sebenarnya bukan hanya aceh saja, beberapa kota bahkan tempat kelahiranku kendari dan kampung halamanku makasaar belum semua saya kunjungi, kota tempat kuliah semarang juga nda semua bisa di kunjungi. Alasanya satu biar saya ada alasan tuk kembali ke kota tersebut. (Detail cerita menyusul)


Oh iya ke aceh jgn lupa mampir ke pulau weh atau pulau sabang dan dimana kita berpijak disitu langit di junjung.

Sekian